Thursday, January 24, 2013

Desa Tenganan


Tenganan adalah sebuah desa tradisional di pulau Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali. Tenganan bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi Dasa dan letak kira-kira 10 kilometer dari sana.
Desa Tenganan merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan.


Menurut sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).[2]
Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, yang dulu disebut sebagai Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki aroma dari bangkai (carrion) kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan

















Umumnya, penduduk desa Tenganan bekerja sebagai petani padi, namun ada pula yang membuat aneka kerajinan. Beberapa kerajinan khas dari Tenganan adalah anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar yang telah dibakar.[3] Di desa ini pengunjung bisa menyaksikan bangunan-bangunan desa dan pengrajin-pengrajin muda yang menggambar lontar-lontar. Sejak dulu, masyarakat Desa Tenganan juga telah dikenal atas keahliannya dalam menenun kain gringsing. Cara pengerjaan kain gringsing ini disebut dengan teknik dobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia dan kain gringsing yang dihasilkan terkenal istimewa hingga ke mancanegara.[1] Penduduk Tenganan masih menggunakan sistem barter dalam kehidupan sehari-harinya.[4]
NGUSABA
Ngusaba di Desa Tenganan Pegringsingan itu ada banyak, salah satunya Ngusaba Daha, ngusaba daha ini khusus untuk muda mudi dan remaja...Dimulai dari acara tari rejang dari Tumbu Kaja, Tengah dan Kelod..dan sorenya Merejang di Bale Agung...dimulai dari tanggal 17-23 jan..dan pada hari terakhir setelah rejang di Tumbu kelod, sorenya ada tari Abuang namanya, ini khusus untuk remaja Muda dan mudi...bagi yg punya gebetan/pacar/baru naksir...bisa saling ngibing pas nari Abuang. Tari Abuang dilaksanakan 2 hari, sore tgl 22 dan pagi tgl 23 jan 13  Usaba Daha ini, yang tahun ini jatuh dari tanggal 17 Januari 2013 sampai dengan tanggal 23 Januari 2013. Merupakan suatu kegiatan upacara yang mena melibatkan seluruh masyarakat Tenganan Pegringsingan, begitu banyak kegiatan adat yang di adakan, seperti hari Minggu 20 Januari 2013, kegiatan dimulai dari pagi dimana para lelaki Tenganan mempersiapkan makanan dan para wanitanya mempersiapkan upacara. Banyak hal-hal unik yang tidak di temukan pada budaya Bali pada umumnya, karena terbatasnya informasi dan juga informan yang bisa memberikan suatu penjelasan tentang kegiatan ini, saya hanay bisa menampilka foto-foto kegiatan yang saya ambil bersama teman-teman Minggu 20 Januari 2013. Disini ada kegiatan di salah satu rumah dimana "bajang" Tenganan Pegringsingan mempersiapkan kudapan/makanan kecil ekpada ibu"nya, kemudian ada tari rejang Daha, dan Tarian Rejangnya. 


adat istiadat
Keseharian kehidupan di desa ini masih diatur oleh hukum adat yang disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842.[4] Rumah adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah.[3]
Penduduk desa ini memiliki tradisi unik dalam merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis bagi calon pemimpin desa. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat (sekitar Juli) akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan (perang pandan). Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan. Walaupun akan menimbulkan luka, mereka memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai dewa perang.[5]
Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita Karana terdiri dari Perahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).[6]


 info: http://id.wikipedia.org/wiki/Tenganan,_Manggis,_Karangasem
foto:deva pradnyana (DevaGraphy)

1 comment:

All rights reserved ©deva graphy : Please do not copy or distribute these pictures/images without permission.